BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian khiyar
Secara
etimologi khiyar berarti pilihan. Pembahasan al-khiyar
dikemukakan para ulama fiqih dalam permasalahan yang menyangkut transaksi dalam
bidang perdata khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua
belah pihak yang melakukan transaksi (akad) ketika terjadi beberapa persoalan
dalam transaksi dimaksud.
Khiyar adalah kata nama dari ikhtiyar yang berarti mencari yang baik dari dua
urusan baik, mempertimbangkan antara meneruskan akad atau membatalkannya
Secara
etimologi, ulama fiqih mendefinisikan khiyar dengan:
أن يكون للمتعاقد الخيار بين إمضاء
العقد وعدم إمضائه بفسخه رفقا للمتعاقدين
"Hak
pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk
melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi
masing-masing pihak yang melakukan transaksi.
Sebagian
ulama terkini mendefinisikan khiyar secara syar’i sebagai “Hak orang
yang berakad dalam membatalkan akad atau meneruskannya karena ada sebab-sebab
secara syar’i yang dapat membatalkannya sesuai dengan kesepakatan ketika
berakad.
Dari
pendapat di atas, didapat suatu pengertian bahwasanya khiyar adalah kesempatan memilih
bagi orang yang melakukan akad untuk mempertimbangkan barang yang dimaksud,
diteruskannya ataupun dibatalkan.
2.
Macam-macam khiyar
Dalam
jual beli, sebagian ulama’ membolehkan
seseorang untuk memilih, apakah akan meneruskan jual beli atau membatalkannya. Kemudian,
praktek yang terjadi di lapangan dan berbeda-beda dalam melakukan khiyar, maka
dari itu berikut pembahasan mengenai khiyar—mempertimbangkan atau memilih ---- dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1.
Khiyar
majlis
a.
Pengertian
khiyar majlis.
Adalah
para penjual dan pembeli boleh memilih akan melanjutkan atau membatalkan jual
beli. Selama keduanya masih ada dalam satu majlis, khiyar majlis boleh
dilakukan dalam berbagai jual beli.
Rasulullah
SAW bersabda:
البيعان بالخيرمالم يتفرفا (رواه البخارى ومسلم)
“Penjual dan pembeli boleh khiyar selama belum berpisah”
Yang
dimaksud dari kata “berpisah” di sini adalah setelah melakukan akad jual beli,
barang diserahkan kepada pembeli dan harga barang diserahkan diserahkan
sepenuhnya kepada penjual serta masing-masing sudah melaksanakan ijab kabul dan
pernyataan kerelaannya. Hal ini oleh para ulama’ didasarkan pada firman Allah
surat annisa’ 4: 29 yang berbunyi:
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
b.
Pengaruh
khiyar majlis terhadap Akad.
Tidak
ada perbedaan di antara kalangan ahli fiqih yang mengatakan bolehnya khiyar
majlis bahwa akad dengan khiyar ini adalah akad yang boleh, dan bagi
masimng-masing pihak yang berakad mempunyai hak untuk mem-fasakh atau
meneruskan selama keduanya masih dalam majlis dan tidak memilioh meneruskan
akad. Namun kemudian mereka berbeda pendapat mengenai pengaruh akad terhadap
sahnya akad dari segi implementasi pengaruhnya secara langsung. Dengan bahasa
lain apakah akad ini memindahkan hak milik dan seluruh turunannnya berupa hasil
dan nafkah dan pengaruh yang lain sebagai konsekuensi dari hak milik.
Berakhirnya
khiyar majlis ketika:
a. Berpisahnya
kedua belah pihak yang berakad dalam majlis tanpa suatu kesepakatan
b.
Takhayyur (penjatuhan opsi untuk memilih)
c.
Mampu melakukan khiyar
2.
Khiyar
syarat
a.
Pengertian
khiyar syarat
Yaitu
penjualan yang didalamnya diisyaratkan sesuatu, baik oleh penjual maupun
pembeli.
Khiyar syarat menurut ulama fiqih adalah,
أَنْ يَكُوْنَ لِأَحَدِ العَاقِدَيْنِ أَوْلِكَيْلِهِمَا أَوْلِغَيْرِهِمَا
الْحَقِّ فِى فَسْخِ العَقْدِ أَوْ إِمْضَائِهِ خِلَالٍ مُدَّةٍ مَعْلوْمَةٍ
Artinya:
“suatu keadaan yang membolehkan salah seorang yang akad atau masing-masing yang
akad atau selain kedua pihak yang akad memiliki hak atas pembatalan atau
penetapan akad selama waktu yang ditentukan.
Dalam
beberapa literatur disebutkan bahwa khiyar majlis dimaksudkan sama dengan
khiyar aib, sebab keduanya sama-sama mengajukan syarat mengenai kelayakan
barang yang dijual, terdapat cacat atau tidak, manfaat atau tidak.
Contoh, seorang penjual berkata, “ saya jual rumah ini seharga Rp. 100.000.000
dengan syarat khiyar tiga hari untuk mempertimbangkan antara memilih atau
membatalkan”. Atau khiyar tersebut berasal dari pembeli dengan mengatakan,”
saya beli barang ini darimu dengan syarat saya berhak memilih antara meneruskan
ataupun membatalkan selama satu minggu untuk mengetahuinya”.
Para
ulama’ berpendapat bahwa khiyar syarat ini dibolehkan dengan tujuan untuk
memelihara hak-hak pembeli dari unsur penipuan yang mungkin terjadi dari pihak
penjual. Khiyar syarat menurut mereka hanya berlaku dalam transaksi yang
bersifaat mengikat kedua belah pihak, seperti jual beli sewa menyewa,
perserikatan dagang dan ar-rahn (dijamin utang), untuk transaksi yang
sifatnya tidak mengikat, maka khiyar seperti ini tidak berlaku. Namun dalam hal
ini ada pengecualian untuk akad salam, untuk akad semacam ini khiyar juga tidak
berlaku meskipun akad tersebut bersifat mengikat kedua belah pihak. Karena
dalam jual beli pesanan disyaratkan pihak pembeli menyerahkan seluruh harga
barang ketika akad disetujui, sedangkan dalam khiyar syarat menentukan bahwa
baik barang maupun harga barang baru dapat dikuasai secara hukum setelah
tenggang waktu khiyar yang disepakati itu selesai.
Tenggang
waktu dalam khiyar syarat menurut jumhur ulama’ fiqih harus jelas. Apabila
tenggang khiyar tidak jelas atau selamanya maka khiyar tersebut dianggap gugur.
Menurut ulama’ Malikiyah tenggang waktu dalam khiyar syarat boleh bersifat
mutlak. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, Zufar Ibn Hzail dan Imam Syafi’i
tenggang waktu khiyar syarat tidak boleh lebih dari tiga hari.
Dalam
masalah tenggang waktu, para ulama’ juga memberikan 2 syarat, yaitu dilakukan
dalam tenggang waktu khiyar dan pembatalan itu diketahui oleh pihak yang lain.
Sedangkan para ulama’ memberikan batasan mengenai berakhirnya khiyar syarat
ini, antara lain apabila:
a)
Akad
dibatalkan dan telah dinyatakan sah oleh pemilik khiyar
b)
Masa
waktu khiyar telah habis, walaupun tanpa ada pernyataan batal dari pemilik
khiyar, dan jual belinya akan menjadi sah serta sempurna.
c)
Objek
yang diperjualbelikan rusak atau hilang dari tangan yang berhak khiyar. Bila khiyar
milik penjual, maka jual beli batal. Jika khiyar itu milik pembeli, maka jual
beli itu menjadi mengikat, hukumnya tidak boleh dibatalkan oleh pembeli
b.
Pengaruh
khiyar syarat terhadap akad
Jumhur
ulama berpendapat bahwa khiyar syarat
tidak berpengaruh pada sahnya akad, akad tetap menjadi sah dan terjadi dengan
syarat tempo telah ditentukan dan tidak lebih dari tiga hari, jika tempo khiyar
tidak dijelaskan tanpa batas, artinya tidak disebutkan dalam akad atau syarat
ditetapkan untuk selamanya, maka akad
menjadi batal. Sebab orang yang tidak
tahu tempo mempunyai resiko gharar yang tinggi dan Nabi juga melarang
jual beli yang ada ghararnya. Atas dasar inilah, maka tidak boleh
menambah tempo khiyar syarat lebih dari batas yang telah ditentukan.
c.
Perpindahan
hak milik karena khiyar syarat
Menurut ulama mazhab hanafi bahwa hak milik dalam tempo khiyar
syarat tidak bisa berpindah ke tangan orang yang mempunyai hak khiyar, baik itu
penjual ataupun pembeli. Siapa mensyaratkan khiyar maka hak miliknya menjadi
haknya dan tidak keluar menjadi milik pihak yang lain. Sedangkan orang yang
tidak ada khiyar dari kedua belah pihak yang berakad hak miliknya terangkat.
Namun apakah ia masuk ke dalam hak milik pihak lain yang berakad atau tidak,
dalam hal ini ada perbedaan pendapat dalam mazhab antara imam abu hanifah dan
ke dua sahabatnya (Abu Yusuf dan Asy-Syaibani). Imam abu Hanifah menilai bahwa
hak milik tidak berpindah kepada pihak lain yang berakad yang mempunyai hak
khiyar syarat, sedangkan kedua sahabatnya menilai bahwa hak milik terangkat
darinya dan masuk ke dalam hal milik pihak lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,
Sayyid. Bughyah Al-Mustarsyidin. Surabaya: Al-hidayah
Hadi,
Abdul. 2010. Dasar-dasar Hukum Ekonomi Islam. Surabaya: PMN & IAIN Press
Ibrahim
Al-Bajuri. Bajuri ala Ibn Qasim. Surabaya: Nurul Huda
Mu’thi,
Abdul. Nihayah Az-Zain. Surabaya: Al-hidayah
Muhammad
Azzam, Abdul Aziz. 2010. Fiqih muamalat. Jakarta: Amzah
Suhendi,
Hendi. 2010. Fiqih muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Syafe’i,
Rahcmat. 2001. Fiqih muamalah. Bandung : Pustaka Setia
[1] Abdul Hadi, Dasar-dasar
ekonomi islam, (Surabaya: PMN & IAIN PRESS, 2002). Hal 74
[2] Abdul Aziz
Muhammad Azzam, Fiqih muamalat, ( Jakarta: Amzah, 2010). Hal 99
[3] Abdul Hadi,
Op. Cit, Hal 74
[4] Abdul Aziz
Muhammad Azzam, Op. Cit, Hal 99
[5] Hendi Suhendi, Fiqih
Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010). Hal 83
[6] Abdul Aziz
Muhammad Azzam, Op. Cit, hal 195
[7] Hendi Suhendi,
Op. Cit, Hal 83
[8] Rachmat
Syafei, Fiqih muamalh, (Bandung: Pustaka Setia,) hal 104-105
[9] Abdul Mu’thi, Nihayah
Az-Zain Fi Irsyad Al-Mubtadiin, (Surabaya: al-Hidayah, tt). Hal 231
[10] Abdul Hadi, Op.
Cit, Hal 78-79
[11] Sayyed Abdur
Rahman, Bughyah al-Mustarsyidin, (Surabaya: Al-Hidayah, tt) hal 125
[12] Syekh Ibrahim
Al-Bajuri, Al-Bajuri ‘ala Ibn Qasim (Surabaya: Nurul Huda, tt) hal 349
[13] Abdul Aziz
Muhammad Azzam, Op. Cit, Hal 125
Tidak ada komentar:
Posting Komentar