Kamis, 31 Mei 2012

simfoni tutur lembutmu

simfoni tutur lembutmu

Sekilas terlintas bayangmu kembali
Saat kau larutkan kasihmu bersama belaian hangatmu
Saat kau usap tetesan air mata ini
Saat kau menampung semua luapan resahku..

Ah masa itu..
masa yang t'kan pernah kembali..
Kini nisan yang menjadi bukti keberadaanmu..
Dan sebaran bunga mawar kemarin..
Juga bulir-bulir air mata..

Ibu...                                                                                
Aku tak lagi bisa bersandar dalam dekapmu
Namun hanya bisa ku rangkul, ku peluk ku cium nisanmu..
Serta sebaris do’a yang tak henti ku suguhkan,,
Teruntuk ibuku sayang..


Salam sayang, anak perempuanmu

Kamis, 24 Mei 2012

KEJAHATAN TERHADAP KEHORMATAN


KEJAHATAN TERHADAP KEHORMATAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latarbelakang
Dalam hukum pidana II yang didalamnya membahas mengenai bebagai macam tindak pidana kejahatan, salah satunya adalah tindak pidana terhadap kehormatan. Tindak pidana terhadap kehormatan dalam KUHP termasuk pada Bab XVI tentang penghinaan, dalam kasusnya tindak pidana terhadap kehormatan terbagi menjadi dua.
Kehormatan merupakan salah satu hak asasi manusia yang dilindungi oleh hukum, dalam masyarakat yang plural tidak menutup kemungkinan terjadi adanya konflik atau masalah yang berujung pada penghinaan antara satu sama lain. Tindak pidana kejahatan terhadap kehormatan pada umumnya terjadi pada badan hukum, adapun yang dimaksud dengan badan hukum oleh KUHP adalah presiden atau wakil presiden, kepala negara, perwakilan negara sahabat, golongan agama, suku dan badan hukum lain yang memiliki nama.  namun hal ini bisa juga terjadi pada seseorang.  Ketika seseorang dihina atau dicemarkan nama baiknya, maka hal ini akan berpengaruh pada pandangan masyarakat terhadap orang yang telah dihina tersebut, terlebih jika yang dihina adalah seorang publik figur , maka dari itu pencemaran nama baik termasuk dalam tindak kejahatan pidana terhadap kehormatan yang selanjutnya akan dibahas dalam makalah yang berjudul “Tindak Pidana Terhadap Kehormatan”.
B.     Rumusan masalah
1.      Pengertian tindak pidana terhadap kehormatan.
2.      Pembagian tindak pidana terhadap kehormatan.
3.      Pembagian Tindak pidana terhadap kehormatan khusus  
C.     Tujuan pembahasan
1.      Untuk memahami pengertian tindak pidana terhadap kehormatan.
2.      Untuk mengetahui pembagian tindak pidana terhadap kehormatan.
3.      Untuk mengetahui Tindak pidana terhadap kehormatan khusus 





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian tindak pidana terhadap kehormatan
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan satu sama lain dan menjalin interaksi untuk mencapai serta memenuhi kebutuhannya, namun dengan adanya keberagaman sifat, agama dan suku terkadang terjadi kesalahpahaman sehingga menyebabkan adanya salah paham dan saling menyalahkan antara satu sama lain dan adakalanya akan saling mengejek. Perbuatan mengejek bisa juga disebut mencemarkan nama baik, padahal nama baik merupakan salah satu hak asasi manusia yang dilindungi oleh undang-undang.
Dalam istilah lain yang sering digunakan untuk tindak pidana terhadap kehormatan adalah tindak pidana “penghinaan”. Dipandang dari sisi sasaran atau obyek, yang merupakan maksud atau tujuan dari pasal tersebut yakni melindungi “kehormatan”, maka tindak pidana terhadap kehormatan, lebih tepat.
Bagi masyarakat Indonesia “kehormatan dan nama baik” telah tercakup pada pancasila, baik pada Ketuhanan Yang Maha Esa maupun pada kemanusiaan yang adil dan beradab, hidup saling menghormati. Berkenaan dengan “kehormatan dan nama baik” menurut Prof. Satochid Kartanegara, S.H. mengutarakan mengenai seseorang yang tertabiat hina, apakah masih mempunyai “kehormatan dan nama baik”, antara lain, sebagai berikut: Walaupun orang demikian itu telah tidak mempunyai perasaan lagi terhadap kehormatan dirinya, namun setiap orang adalah berhak agar kehormatannya tidak dilanggar.[1]
Pencemaran nama baik merupakan salah satu tindakan melawan hukum karena hukum melindungi nama baik setiap orang atau badan hukum, dalam KUHP pencemaran nama baik atau tindak pidana terhadap kehormatan termasuk dalam bab XVI tentang penghinaan.
Pada dasarnya nama baik dan kehormatan merupakan hal yang berbeda, namun keduanya tidak bisa dibedakan. Ketika seseorang melakukan pencemaran nama baik , maka secara otomatis kehormatannya juga akan tercemar, hal ini cukup untuk menjatuhkan tuduhan penghinaan kepada orang tersebut, karena obyek dalam tindak pidana ini adalah nama baik atau kehormatan. Cukup sukar untuk menentukan pengertian yang tepat untuk tindak pidana terhadap kehormatan karena sifatnya yang subyektif, artinya dengan tindakan yang sama bisa saja seseorang merasa tersinggung sedangkan yang lainnya tidak, oleh karena itu diperlukan beberapa aspek sehingga dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut merupakan penghinaan.
Kehormatan yang dimaksud dalam hal ini adalah kehormatan yang hanya mengenai kehormatan seorang sebagai manusia baik, bukan kehormatan dalam arti kehormatan dalam lapangan nafsu birahi.[2] Adapun aspek tersebut menurut Maskur Hidayat S. H. M. H, adalah :
1)      Aspek menyerang nama baik atau  melanggar kehormatan.
Dalam menyebarkan nama baik atau melanggar kehormatan hal yang harus diperhatikan adalah apakah penyerangan terhadap kehormatan tersebut dapat merusak dan mempermalukan seseorang dari segi subyektifnya, sedangkan dari segi obyektifnya apakah perkataan atau perbuatan yang dinilai sebagai pencemaran tersebut ketika dinilai secara akal dan benar-benar merupakan penghinaan bukan perasaan secara subyektif semata.
2)      Aspek kesengajaan.
Pada aspek kesengajaan yang dinilai adalah apakah subyek hukum yang melakukan pencemaran nama tersebut benar-benar dengan sengaja melakukan perbuatan atau perkataan dengan tujuan agar nama baik subyek hukum yang lain tercemar.
3)      Aspek diketahui umum
Dalam hal ini diketahui umum tidak berarti harus diketahui banyak orang atau seluruh lingkungan sosial masyarakat mengetahui. Cukup adanya pihak ketiga yang mengetahui tentang pernyataan yang seseorang yang oleh orang lain dipandang sebagai sebuah penghinaan.[3]
Adapun tindak pidana terhadap kehormatan telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bab XVI tentang penghinaan pasal 310 sampai 321. [4]
B.     Pembagian tindak pidana terhadap kehormatan
1)      Penistaan (smaad)
Penistaan terbagi menjadi dua yakni;
a)      Penistaan secara lisan
Penistaan atau penghinaan dalam KBBI juga disebut dengan – cela- kecaman,-Nista. Meskipun kedua kata tersebut hampir bersamaan artinya, tetapi kata “celaan” belum tentu tindak pidana karena dapat merupakan pernyataan, pendapat atau keritikan. Kata “menista” pada umumnya orang berpendapat bahwa hal tersebut merupakan tindak pidana. Penistaan diatur dan diancam pada pasal 310 ayat (1) KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
“Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan tertentu, dengan maksud yang nyata untuk menyiarkan tuduhan itu supaya diketahui oleh umum, dihukum karena salahnya menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknyaRp.300,-“[5]
Dari rumusan pasal 310 ayat (1) KUHP, maka dapat disimpulkan bahwa  unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
a)      Unsursubyektif
1. Dengan sengaja
2. Dengan maksud yang nyata.
b)      unsur obyektif
1.      Barang siapa
2.       Menyerang kehormatan atau nama baik orang lain;
3.      Dengan menuduh melakukan suatu perbuatan tertentu
4.      Supaya diketahui umum
b)   Penistaan secara tertulis
Penistaan secara tertulis dalam bahasa Belanda disebut smaadschirft tercantum dalam pasal 310 ayat (2) KUHP, adapun unsur-unsurnya sama dengan ayat sebelumnya hanya ditambah dengan unsur :
-          Dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan atau dipertontonkan di tempat umum atau digantungkan atau ditempelkan, juga dalam surat kabar, pamflet.[6]
2)      Memfitnah
Ketentuan hakim untuk meneliti kebenaran tuduhan pelaku terhadap si korban juga dapat diadakan apabila korban adalah seorang pegawai negeri dan ia dituduh melakukan sebuah perbuatan tercela dalam menjalankan jabatan. Konskwensi dari ketentuan hakim yakni bahwa pemeriksaan perkara beralih pada tindak pidana memfitnah dari pasal 311. Dalam hal ini si pelaku harus membuktikan kebenaran tuduhannya jika ia gagal, maka tuduhan itu dianggap telah diketahui kebohongannya dengan demikian ia dapat dihukum karena memfitnah dengan hukuman lebih berat yaitu pidana penjara paling lama 4 tahun . Disamping itu menurut pasal 311 ayat (2) dapat dicabut hak-hak dalam pasal 35 nomor 1-3. [7]
Adapun bunyi dari pasal 311 ayat (1) adalah ;
“Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

3)      Penghinaan ringan
Penghinaan ringan (eenvoudige belediging) diatur dalam Pasal 315 KUHPidana, yaitu menyebutkan bahwa “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat menista atau menista dengan tulisan, yang dilakukan kepada seseorang baik ditempat umum dengan lisan, atau dengan tulisan, maupun dihadapan orang itu sendiri dengan lisan atau dengan perbuatan, begitupun dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dihukum karena penghinaan ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4.500,-“.[8]
Dari rumusan Pasal 315 KUHP tersebut di atas maka dapat dijabarkan unsur-unsurnya sebagai berikut :
a)      Unsur subjektif
1.      Dengan sengaja
b)      Unsur objektif
1)      Tiap-tiap penghinaan
2)      yang tidak bersifat menista
3)      atau menista dengan tulisan
4)      yang dilakukan kepada seseorang
5)      baik ditempat umum dengan lisan atau dengan tulisan
6)       maupun dihadapan orang itu sendiri dengan lisan atau dengan perbuatan
7)      begitupun dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya,
4)      Mengadu secara memfitnah
Mengadu secara memfitnah (lasterlijke aanklacht) diatur dalam Pasal 317 ayat (1) KUHP, yaitu menyebutkan bahwa:
 “Barangsiapa dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan surat pengaduan atas pemberitahuan yang palsu kepada pembesar negeri tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang itu jadi tersinggung, maka dihukum karena mengadu dengan memfitnah, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”.
Dari rumusan Pasal 317 ayat (1) KUHPidana tersebut di atas maka dapat dijabarkan unsur-unsurnya sebagai berikut :
a)      unsur subjektif
1.      Dengan sengaja
b)      unsur objektif
1.      Barangsiapa
2.      memasukkan atau menyuruh menuliskan surat pengaduan
3.      atas pemberitahuan yang palsu kepada pembesar negeri tentang seseorang
4.      kehormatan atau nama baik orang tersinggung
5)      Menuduh secara memfitnah
Tuduhan secara memfitnah sebagaimana dimaksud dalam pasal 318 KUHP, yakni: “Barang siapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan suatu perbuatan pidana, diancam karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” [9]
Jadi bisa dari pasal di atas bisa dikatakan, bahwa memfitnah adalah suatu perbuatan kejahatan atas kehormatan yang dilakukan dengan cara sengaja dengan melakukan sesuatu perbuatan ,menyebabkan orang lain dengan palsu tersangka melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum.
Adapun unsur-unsur dari pasal 318 (1) adalah:
a)      Unsur subjektif
1.      Dengan sengaja
b)      Unsur objektif
1.      Barang siapa
2.      Dengan sesuatu perbuatan
3.      menimbulkan secara palsu persangkaan
4.      terhadap seseorang
5.      bahwa dia melakukan suatu perbuatan pidana
Sebagai contoh dapat diberikan ilustrasi sebagai berikut :
“Umpamanya si A mengambil barang kepunyaan si B ,kemudian ia menaruh barang si B tersebut ke dalam tas si C ,kemudian si B mengetahui bahwa barang tersebut ada di dalam tas si C ,dan si C dipersalahkan karena tuduhan telah melakukan pencurian sebagaimana dimaksud dalam pasal 362.”
C.    Pembagian Tindak pidana terhadap kehormatan khusus 
1.      Penghinaan Terhadap Presiden atau Wakil Presiden
Tindak pidana ini masuk pada pasal 134 dan 137 KUHP
Pasal 134 ,enyatakan bahwa: “Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden atau Wakil Presiden diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun, atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus ribu rupiah.”
Pasal 137 menyatakan: (1) “Barang siapa menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden, dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
2.       Penghinaan terhadap pemerintah indonesia
3.      Penghinaan terhadap kepala negara sahabat atau yang yang mewakili negara asing di indonesia
4.      Penghinaan terhadap golongan
5.      Penghinaan terhadap kekuasaan umum atau badan hukum





BAB III
KESIMPULAN


[2] R. Soesilo, pokok-pokok hukum pidana peraturan umum dan delik-delik khusus,(Bogor:politea), 1984, hal:157
[4] Moeljatno, KUHP, (Jakarta : Bumi Aksara), 2008, hal: 114
[5] R. Soesilo, KUHP (Bogor: Politea), 1991, hal: 225
[6] R. Soesilo, pokok-pokok hukum pidana peraturan umum dan delik-delik khusus,(Bogor:politea), 1984, hal:158
[7] Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak pidana tertentu di Indonesia, (Bandung: PT. Radika Aditama), 2010, hal: 101
[8] R. Soesilo, pokok-pokok hukum pidana peraturan umum dan delik-delik khusus,(Bogor:politea), 1984, hal:160

[9] Gerry muhammad rizky, KUHP & KUHAP, (Permata Press, 2008) hal: 109